GMKI Cabang Kaimana Serukan Toleransi

KAIMANA, KT – Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Kaimana laksanakan seruan aksi menolak tindakan intoleran yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Aksi tersebut merupakan seruan langsung dari pengurus Pusat GMKI untuk semua Cabang di Indonesia, termasuk GMKI Cabang Kaimana.
Kepala bidang organisasi GMKI. Cab. Kaimana, Adrialen Soplanit, selaku Koordinator aksi dalam keterangannya kepada Kabar Triton di Gedung pertemuan Krooy pada Selasa, (22/7/25) mengatakan dengan tegas untuk menolak tindakan intoleran yang mendiskriminasikan kaum minoritas.
Sesuai edaran pengurus pusat GMKI Kata kepala Bidang Organisasi (Kabidor) bahwa pihaknya mencatat terjadi beberapa kasus pelarangan ibadah, tindakan presekusi dan diskriminasi terhadap warga gereja seperti pelarangan retret anak remaja di Cidahu, Sukabumi, penolakan pembangunan gereja GBKP di Depok, dan sulitnya mengurus IMB Gereja Toraja Samarinda Seberang, serta tindakan intimidasi yang mengganggu keharmonisan dan kerukunan antar umat beragama.
Menurutnya tentu hal tersebut bertentangan dengan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Tentu hal itu.”Menjamin” bukan berarti negara hanya mengatur teknis pembangunan rumah ibadah, melainkan negara mengatur peran alat negara seperti kepala daerah, Kementerian dan Lembaga Negara untuk menjamin hak rakyat untuk dapat menjalankan peribadatan sesuai dengan kepercayaan masing masing” ungkap Soplanit.
Pihaknya menilai bahwa PBM 9 dan 8 2006, produk hukum negara, tidak memiliki kepastian hukum, tidak berkeadilan dan sangat bertentangan dengan UUD 1945, pasal 29 (2) dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Menurutnya PBM 9 dan 8 2006, menjadi celah dan pintu masuk lahirnya gerakan intoleran, pelarangan ibadah, presekusi dan diskriminasi untuk kebebasan beribadah.

“Sebagai contoh, syarat pendirian rumah ibadah dengan komposisi 60/90. Gereja yang belum memiliki IMB menjadi modus oleh gerakan intoleran untuk melakukan pelarangan ibadah, presekusi dan tindak pelanggaran HAM” tegasnya.
Dari celah aturan PBM 9 dan 8 2006, banyak terjadi gerakan intoleran dan menyebar luas di berbagai wilayah seperti: Penolakan Perizinan Rumah Ibadah GKKD Lampung, Penolakan untuk merenovasi Gereja GKPA Bandar Lampung, Penolakan Pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel Pare-Pare, Penolakan Pendirian Gereja GMI, Philadelphia Tanjungpinang, Pengerusakan Gereja Utusan Pantekosta di Indonesia di Batam, Pelarangan Beribadah dan Pengrusakan Fasilitas di Cidahu, Jawa Barat, Penolakan dan serta menghambat pengurusan IMB Gereja Toraja Samarinda Seberang, IMB sudah keluar, namun terjadi Penolakan terhadap pembangunan gereja GBKP di Depok.
Kata Kabidor GMKI Cabang Kaimana bahwa, saat ini PP GMKI 2025-2027 menyatakan sikap, Mendesak Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mencabut PBM 9 dan 8 2006 yang menjadi pintu masuk gerakan intoleransi, presekusi dan diskriminasi kebebasan beribadah.
Selain itu pihaknya juga mendesak Menteri Agama untuk meredam segala bentuk gerakan intoleran yang merusak keharmonisan dan kerukunan umat beragama yang sedang dan akan terjadi di berbagai wilayah Indonesia.
“Kami Meminta Menteri Dalam Negeri untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kepada Kepala Daerah yang menghambat proses pendirian rumah ibadah, juga Meminta aparatur penegak hukum untuk menindak tegas oknum yang melakukan tindak pelanggaran HAM, seperti pelarangan ibadah, provokasi dan perusakan rumah ibadah.
Mengakhiri itu GMKI Cabang Kaimana melalui Kepala Bidang Organisasi menyampaikan bahwa pihaknya menjadikan Papua sebagai Corong toleransi.
” Kami menjadikan Papua sebagai corong toleransi yakni bagaimana GMK mencerminkan nilai-nilai toleransi yang ada, sehingga kita bisa menjaga sama-sama menjaga toleransi umat beragama di Papua Secara keseluruhan dan Kabupaten Kaimana secara Khusus,” tutupnya.(JRTC-R1)