Kisah Hidup Isak Waryensi ; Ditolong ‘Malaikat’ Saat Terpuruk di Bawah Beringin

Oleh : Junior Ohoiledjaan
Jalan hidup Isak Waryensi bagai drama kehidupan, yang sanggup menguras air mata di setiap episodenya. Berangkat dari titik nol yang pedih-perih, ia sanggup mencapai level tinggi. Seperti banyak cerita sukses, sabar dan tabah menjadi kata kunci, bagi sosok yang kini menjabat Wakil Bupati Kaimana periode 2024-2029.
Isak dijodohkan dengan Hasan Achmad pada Pemilihan Kepala Daerah 2024. Hasilnya, pasangan akronim “Hai” (Hasan-Isak) tampil sebagai pemenang.
Profil Isak Waryensi
Isak dilahir di Kampung Lobo Distrik Kaimana Kabupaten Kaimana Provinsi Papua Barat pada 15 Mei 1989. Ayahnya Nikodemus Waryensi, seorang buruh bangunan. Ibunya Sara Oruw, seharian bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Isak anak ketiga dari empat bersaudara. Tiga saudaranya perempuan yakni Dina Waryensi, Hermelina Waryensi, dan Matica Waryensi.
Masa Kecil Isak
Bagai kapal berlayar menuju lautan lepas, Isak sudah patah tiang dan patah kemudi justru ketika masih bayi. Saat usia tiga tahun, ia kehilangan ibu kandung. Isak dan kakak-adik seperti mendapat pukulan berat persis di jantung.
Jangankan kasih sayang, wajah sang ibu tidak pernah ada dalam memori Isak. Tidak ada kenangan tentang pelukan mama, gandong, pangku, dan sebagainya. Situasi ini membuat Isak tidak masuk sekolah. Ia di rumah saja, saat bocah sebaya usia 7 tahun lainnya sudah masuk sekolah.
Isak dan ketiga saudari perempuannya hidup bagai “ayam patah sayap” perasaan kehilangan arah, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan untuk terbang (maju/hidup) secara utuh setelah kehilangan figur ibu.
Tepatnya pagi itu, hari sabtu tanggal 9 september tahun 1994 mama pergi untuk selamanya, mama yang merupakan simbol harapan hidup karena kehadiran, bimbingan, dan doa-doanya memberikan kekuatan, inspirasi, serta dukungan telah kembali pada sang khalik yang punya kehidupan ini
Isak dan ketiga saudari perempuannya harus berjuang bertahan hidup bersama sang ayah. Sebagai anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga Isak harus mengambil peran sebagai ayah di kala ayah pergi bekerja, terkadang juga harus mengambil peran sebagai ibu di saat kakak perempuannya tidak ada di rumah. Isak adalah sosok Ibu, dan penyayang di mata saudari-saudarinya.
Pendidikan Formal
Mula-mula, Isak memang tidak ingin bersekolah. Namun, kata Ketua Dewan Adat Kaimana Lewi Oruw mengajaknya masuk sekolah.
“Eh, Isak. Pergi sekolah sana. Ko lari-lari apa? Sekolah baru bisa jadi manusia!” Begitulah ajakan Lewi Oruw saat melihat Isak tak sekolah.
Isak sempat memprotes, menggugat. Buat apa sekolah? Presiden sudah ada, gubernur sudah ada, bupati juga sudah ada.
“Percuma tong sekolah juga tra jadi apa-apa,” balas Isak, waktu itu.
Ternyata, kata-kata Lewi Oruw mampu menghentak sanubari Isak. Bocah kecil itu bagai berada dalam situasi dilematis. Kalau sekolah, bisa jadi manusia. Setuju, tetapi siapa yang bisa tanggung biaya? Mama tidak ada, ayah kerja untuk makan dan minum saja setengah mati, keluarga siapa bisa perhatikan?” gumam isak dalam hati
Akhirnya, Isak mengikuti provokasi Sang Kepala Adat. Di usia 8 tahun sekira tahun 1997, Isak masuk SD Negeri 1 Lobo hingga lulus tahun 2004.
Saat mau masuk SMP, Isak terbentur masalah. Uang pendaftarannya tidak cukup. Untuk bisa punya uang, Isak remaja saat itu terpaksa ikut melaut bersama orang-orang tua di Kampung Lobo untuk menangkap ikan.
Hasil tangkapan ikan dijual. Uang yang terkumpul itulah yang dipakai untuk mendaftar di SMP Negeri 1 Kaimana.
Saat di kelas dua, Isak pindah dari SMP Negeri 1 Kaimana ke SMP YPK Kaimana sampai lulus tahun 2007. Banyak anak muda Kaimana saat itu, punya impian masuk SMK. Isak juga. Dia ingin sekali masuk SMK Negeri 3 Kota Sorong.
Berbekal uang di saku Rp. 85.000 dan surat tanda tamat belajar (STTB) dari SMP YPK kaimana, Isak bergerak dengan kapal dari Kaimana ke Sorong. Ia menjadi penumpang gelap KMP Sirimau.
Sampai di Fakfak, Isak pindah kapal dari Sirimau ke Ngapulu. Ngapulu membawa Isak sampai di Sorong. Ketika turun di dermaga, uang di sakunya tersisa Rp. 20.000.
Malaikat Itu
Dari Pelabuhan Sorong, Isak menuju Kompleks Warot. Orang yang dicarinya adalah Pdt. Steven Ik. Sang pendeta yang pernah bertugas di Kampung Lobo, kampung halaman Isak. Setelah melalui tanya sana, tanya sini, alamat yang dituju akhirnya pun ditemukan. Isak tinggal sementara di rumah Pendeta Steven.
Hari Sabtu pagi, Isak sempat tanya-tanya soal jarak antara rumah dengan SMK Negeri 3 Kota Sorong. Setelah mendapat gambaran, dia pun menuju sekolah. Ketika sampai di sekolah, Isak agak heran menemukan sekolah yang sunyi sepi. Tidak ada aktivitas apa-apa yang menonjol. Hatinya jadi kecut.
Dengan berbesar hati, Isak masuk saja. Dia pun bertanya soal pendaftaran. Isak sungguh terkejut karena pihak sekolah menjelaskan, pendaftaran sudah ditutup. Isak terlambat, sebab pendaftaran sudah ditutup hari Jumat. Artinya, saat Isak tiba di Sorong, hari itulah penutupan pendaftaran.
Isak tidak bisa protes apa-apa. Terasa sia-sia saja menempuh pelarian kapal dari Kaimana, Fakfak, dan akhirnya hanya untuk terpuruk di Sorong. Pintu sekolah yang dia impikan, kini sudah tertutup baginya.
Isak melangkah perlahan. Serasa dua tungkai kaki tidak kuat menahan seluruh badan. Ingin roboh ke tanah, menangis, berguling-guling untuk merayakan putus asa.
Sampai di bawah pohon beringin, yang ditanam di halaman SMK Negeri 3, Isak berhenti. Dia memandang gedung sekolah yang seakan angkuh dan kejam. Dia ingin tinggalkan tempat itu, tetapi di sinilah tujuan kedatangannya. Serba salah.
Isak tidak tahu kepada siapa dia harus curahkan kesedihan, putus asa, atau mencari perlindungan. Dia juga tidak tahu, tiba-tiba di hadapannya sudah berdiri seorang sosok guru. Guru itu bertanya maksud dan tujuan kedatangan Isak.
Antara harapan dan putus asa, Isak bercerita saja kepada guru itu tentang impiannya sekolah di SMK Negeri 3 Sorong. Sang guru yang mendengar cerita Isak, kemudian mengantar Isak masuk lagi ke sekolah. Di sana, Isak diberi kesempatan mendaftar dan wawancara, walau sudah terlambat. Akhirnya, Isak benar-benar diterima di SMK 3.
Isak tidak bisa bayangkan, andaikan Tuhan tidak kirim ‘malaikat’ ke bawah pohon beringin di depan sekolah, mungkin dia sudah terpuruk. Entah apa yang akan terjadi dalam hidup. Andai sang malaikat bernama Bapak Guru Sagrin tidak datang membawa masuk Isak kembali ke sekolah, maka apa jadi dirinya saat ini.

Kepemimpinan
Jauh dari kampung, kesulitan biaya, tidak gampang masuk SMK, semua ini membuat Isak benar-benar serius dalam hal belajar. Dia tergolong menonjol.
Maka saat di kelas 2, Isak mewakili Jurusan Bangunan diajukan sebagai Calon Ketua OSIS. Diapun bersaing dengan calon lain, dan akhirnya terpilih sebagai Ketua OSIS. Di sinilah, jiwa kepemimpinan Isak diasah.
Sebagai Ketua OSIS, Isak membantu menyelesaikan berbagai persoalan teman-temannya. Ada-ada saja masalah yang dihadapi siswa. Ada persoalan internal maupun eksternal sekolah.
Selepas SMK tahun 2010, Isak ke Jayapura karena ingin kuliah di Kampus USTJ, akan tetapi kondisi Kota Jayapura waktu itu tidak terlalu kondusif, akhirnya menyurutkan niatnya kuliah di Jayapura. Isak pun akhirnya kembali ke Sorong. Dia mendaftar di Kampus Politeknik Katolik St. Paul Sorong.
Di kampus Politeknik, Isak tergolong mahasiswa aktif. Dia pun bergabung dengan Mahasiswa pencinta alam (Mapala) dan terpilih menjadi Ketua Mappala di Politeknik, selain sebagai pengurus BEM. Di luar kampus, Isak bergabung dengan organisasi Ikatan Mahasiswa Kaimana di Kota Sorong. Dia bahkan dipilih menjadi Ketua.
Melalui Organisasi ini, Isak bersama kawan-kawan memperjuangkan Asrama Mahasiswa Kaimana di Kota sorong. Berkat niat tulus dan kerja ulet, komunikasi dengan Pemerintah Kabupaten Kaimana, akhirnya Asrama Mahasiswa Kaimana di Sorong bisa terwujud, meski waktu itu berupa rumah kontrakan.
Selain mewujudkan asrama mahasiswa, Isak juga berhasil memperjuangkan beasiswa bagi mahasiswa Kaimana di Kota Sorong, waktu itu.
Karir Politik
Karir politik Isak tidak semulus pejabat lain. Tahun 2014, ia meraih gelar sarjana di kampusnya. Usai wisuda, ia dipanggil ke Bintuni untuk bekerja di PT. Madja sebagai mandor pengawas lapangan, sebuah perusahaan konstruksi jalan di Kabupaten Teluk Bintuni.
Setahun bekerja di PT. Madja, Isak memutuskan berhenti. Dia pilih jalan pulang ke Kaimana. Saat itu bertepatan namanya masuk sebagai tenaga kontrak Pemerintah Daerah dan ditempatkan di Dinas PTSP Kaimana. Setahun kemudian, Isak dipindahkan ke Kantor Distrik Kaimana.
Tahun 2019, Isak masuk dunia politik. Ia dicalonkan untuk menjadi anggota DPRD Kabupaten Kaimana melalui Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Isak belum beruntung.
Tahun 2020, Isak mencalonkan diri sebagai kepala Kampung Lobo. Di level ini, dia pun kalah. Putus asa? Tidak! Tahun 2024, dia kembali menjadi Calon Anggota DPRD Kabupaten Kaimana, melalui Partai PDI Perjuangan. Hasilnya, Isak meraih suara terbanyak ketiga di internal Partai. Jumlah suara itu, belum juga berhasil meraih kursi. Dua rekannya melenggang ke DPRD Kabupaten Kaimana.
Setelah gagal jadi anggota DPRD Kaimana periode 2024-2029, Isak kembali ke kampung halaman di Lobo. Di sana, ia diangkat sebagai Sekretaris Gereja GPI Jalan Suci Jemaat Galilea Kampung Lobo. Selain sebagai sekretaris Isak juga sebagai penatua. Tak hanya itu, Isak juga diberi tanggung jawab sebagai Sekretaris Panitia Pembangunan Pastori pada Gereja tersebut. Isak membulatkan niatnya, fokus membangun rumah untuk hamba Tuhan.
Demi kelancaran pembangunan, semua bahan untuk rumahnya di Kaimana, diserahkan untuk pembangunan Pastori. Berkat kerja keras dan niatnya bersama jemaat setempat, dua bulan kemudian pembangunan Pastori selesai dikerjakan.
Kursi Wakil Bupati
Pada saat penutupan atap Pastori, Isak dihubungi via telepon oleh seorang Matias Mairuma. Matias pernah menjabat Wakil Bupati Kaimana selama satu periode, dan menjadi Bupati Kaimana dua periode.
Matias saat itu menghubungi Isak dan meminta kesediaannya menjadi Bakal Calon Wakil Bupati Kaimana. Isak tidak langsung setuju. Ia meminta pendapat sang istri lebih dulu.
Setelah mendapat dukungan istri tercinta Yamina Sanyar, barulah Isak memutuskan turun ke Kaimana, siap disandingkan dengan Hasan Achmad. Kedua pasangan diberi akronim “Hai”, Hasan-Isak.
Hasan-Isak pun mendaftar di KPU Kabupaten Kaimana dan maju sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Kaimana periode 2024-2029. Ini berat sebab harus melawan petahana, Fredy Thie dan Sobar Somad Puarada.
Melalui perjuangan dan kerja keras, pasangan Hasan Achmad dan Isak Waryensi keluar sebagai pemenang. Jadilah keduanya memimpin Kabupaten Kaimana sebagai Bupati dan Wakil Bupati.
Sebagai Wakil Bupati, Isak bertekad menjalankan tugas sebaik-baiknya sesuai sumpah jabatan. Di luar itu, diapun senantiasa bersyukur, sebab melalui lika-liku yang panjang dan berat, dirinya bisa sampai di level ini.
Di rumah sebagai seorang ayah, Isak berbahagia bersama istri Yamina Sanyar. Keduanya dikaruniai tiga buah hati Sara Waryensi, Ekklesia Sopia Waryensi, dan Evelyn Waryensi.
Begitulah selintas Isak Waryensi. Ia membangun hidupnya di jalan penuh kesukaran. Jatuh, bangun, bangkit, berdiri, berjalan, berlari, terbang, sampai menang!.
Pesan
Isak terlahir dari latar belakang keluarga yang tidak mampu. Kalau mengandalkan kekuatan pribadi Isak Waryensi tidak mampu sampai pada level sebagai Wakil Bupati.
Bicara soal finansial atau kekayaan, Isak tak punya aset sama sekali. Soal pengaruh, calon Kepala kampung saja kalah, apalagi yang diandalkan darinya sebagai seorang yang berasal dari latar belakang keluarga tidak mampu.
Perjalanan hidupnya, jatuh, bangun, jatuh kemudian berjuang untuk bangun lagi, itu hanya satu yang dapat diandalkan yakni berserah secara totalitas pada Tuhan. Ia menyerahkan hidupnya pada Tuhan, membiarkan Tuhan mengatur dan merancang perjalanan hidupnya.
Bertolak dari perjalanan itu, Isak ingin menyampaikan bahwa Tuhan tidak pernah melihat dari latar belakang seseorang untuk mengangkatnya menjadi tinggi, melainkan niat dari orang itu sendiri untuk terus berjuang dilandasi dengan Doa, maka semua akan dilaksanakan sesuai rancangannya.
“Kepada adik, kaka, saudara-saudariku, Tuhan tidak pernah lupa akan perjuangan manusia. Teruslah bekerja keras dan pasrahkan hidup untuk Tuhan. Satu hal bahwa Tuhan tidak melihat dari besarnya engkau bekerja, melainkan seberapa kerasnya engkau berjuang, karena dengan besarnya bekerja akan dilihat dari nilainya, tetapi seberapa kerasnya engkau berjuang akan dilihat dari seberapa dalamnya ketulusanmu dalam melaksanakan pekerjaan itu,” pesan Isak mengakhiri cerita perjalanan hidupnya.***