Kasus Penganiayaan Siswa SMAN 2 Kaimana, Ini Penjelasan Pihak Sekolah

0
WhatsApp Image 2025-07-25 at 23.26.00

KAIMANA, KT– Berkaitan dengan kasus penganiayaan di SMA Negeri 2 Kaimana beberapa waktu lalu hingga salah seorang siswanya dikeluarkan dari sekolah, akhirnya pihak sekolah pun angkat bicara.

 

Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan SMAN 2 Kaimana, Hamrin Yarkuran dalam keterangannya kepada Kabar Triton melalui telepon selulernya, Jumat (25/7/25) mengaku menyesal dengan pemberitaan tersebut.

 

“Kami menyesal dengan pemberitaan tersebut, karena 60 persen informasi tersebut tidak benar. Karena awal mula kasus tersebut dimulai dengan siswa tersebut dengan kedua temannya menurunkan limit listrik, pada saat pihak sekolah tengah mempersiapkan simulasi olimpiade kepada peserta didik. Tindakan tersebut, tidak hanya menghambat jalannya proses simulasi tersebut, tetapi beberapa perangkat sekolah menjadi rusak. Kita memiliki bukti CCTV yang menunjukan bahwa perbuatan tidak terpuji yang dilakukan ketiganya,” ujar Yarkuran kepada wartawan.

 

Dia juga mengaku, pihakya juga telah melaporkan hal ini kepada orangtua siswa, terkait dengan perilaku ketiganya yang memadamkan limit listrik sampai 3 kali.

 

“Terus terang, karena perbuatan tersebut menyebabkan 40 perangkat yang sudah terinstal baik, akhirnya harus diinstal ulang, yang membutuhkan waktu lama, sementara kita sedang mempersiapkan siswa untuk olimpiade sains. Padahal untuk mempersiapkannya kami butuh waktu selama 2 minggu lamanya. Jadi kami cek ke CCTV ternyata yang mematikan limit listrik tersebut adalah ketiga anak tersebut,” akunya.

 

Dia menambahkan, kejadian tersebut pun pihak sekolah tidak memutuskannya secara sepihak, tetapi melalui rapat bersama dewan guru untuk mengeluarkan ketiga anak tersebut dari sekolah.

 

Meski demikian, dia mengaku, pada saat kejadian, sebagai Wakasek Kesiswaan dirinya merasa punya tanggungjawab moril untuk mendidik ketiganya, sehingga dia memanggil ketiganya untuk mengaku.

 

“Saya sempat menanyakan kepada ketiganya. Memang awalnya mereka tidak mengaku, namun saat saya bersama guru sarana prasarana menunjukan rekaman CCTV akhirnya  mereka mengaku. Agar ketiganya tidak dikeluarkan dari sekolah, saya memberikan hukuman dengan menampar ketiganya sebagai pembelajaran agar tidak mengulang perbuatan mereka. Saya pun melaporkan hal itu kepada Kepala Sekolah, sehingga petunjuk dari pimpinan agar saya bertanggungjawab atas ketiganya,” akunya lagi.

 

Dia mengaku, dari upaya pendekatan secara baik-baik dengan ketiga siswa tersebut, mereka nampaknya sadar dan mengaku bersalah.

 

“Jadi mungkin saat saya sedang berada di ruang Kepala Sekolah, ketiganya bermaksud ke ruang laboratorium komputer untuk memohon maaf, namun karena guru yang menjaga ruang laboratorium sudah emosi, karena semua perangkat sudah mati total sementara pada saat itu harus simulasi, sehingga secara spontan Pak Guru tersebut langsung melampiaskan emosinya. Memang dia memukul tiga kali, dan pukulan kedua bibinya berdarah, kemudian sempat menendang dua kali, namun karena melihat darah segar keluar dari bibir anak tersebut, kemudian spontan dia merangkul RPR dan meminta maaf atas kejadian tersebut,” jelasnya lagi.

 

Dalam keterangannya, dia juga menerangkan, pasca kejadian, 3 Juni 2025, informasi yang kami terima bahwa ketiga siswa tersebut menuju RSUD untuk melaukan visum et repartum. Namun, pihaknya belum mendapatkan hasil visumnya. Bahkan, korban RPR masuk sekolah seperti biasa.

 

“Jadi berkaitan dengan keterangan bahwa guru yang bersangkutan mengantar RPR ke tukang urut itu memang benar, namun tidak benar, jika guru kami mengancam RPR untuk tidak melaporkannya ke orangtua. Itu tidak benar! Kami memang melihat postingan ibu RPR mempostingnya ke media sosial, tapi bagi kami apa yang disampaikan tersebut tidak benar 100 persen,” tegasnya.

 

Dia melanjutkan, pasca kejadian tersebut, tiba-tiba sekolah didatangi oleh keluarga RPR sekitar 9 orang banyaknya.

 

“Memang saat itu saya yang bertemu mereka, karena mereka ngotot untuk bertemu saya. Saat saya tiba, memang orangtuanya RPR sempat menampar saya. Namun karena ingin menjaga nama baik sekolah, saya akhirnya mengajak mereka untuk bicara secara baik-baik di ruang Kepala Sekolah. Di ruang Kepala Sekolah, kami pun menyelesaikannya secara kekeluargaan pada saat itu juga,” jelasnya.

 

Dia juga mengaku, penyelesaiannya tidak berhenti sampai di situ, saya sendiri juga sempat mengantar Guru Laboratorium Komputer untuk bertemu dengan keluarga RPR.

 

“Dari hasil pertemuan dengan pihak keluarga, guru tersebut dituntut dengan bayaran denda 15 juta rupiah. Dan penyelesaiannya pun dilanjutkan ke Polres. Di Polres, kami sudah menandatangi kesepakatan penyelesaiannya dengan kekeluargaan. Dan masalah tersebut sebenarnya sudah selesai, bahkan juga diselesaikan tadi (kemarin,red) di Dinas Pendidikan. Kepala Dinas Pendidikan, Ray Ratu Come pun berjanji, RPR setelah dikeluarkan dari SMAN 2 Kaimana akan disekolahkan di salah satu sekolah di Kaimana. Jadi masalah ini sudah selesai,” tutupnya.(JRTC-R1)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten Ini Terlindungi !!!
Please disable your adblock for read our content.
Segarkan