Potret Pendidikan Sekolah YPK di Era Otonomi Khusus (Otsus)
Oleh : Hermina Elisabeth Meigi*
Bicara tentang YPK, maka tidak terlepas dari peradaban pendidikan orang asli Papua dengan dasar pekabaran Injil Kristus.
YPK adalah salah satu potret sekolah yayasan kristen yang meneyelenggarakan pendidikan di Tanah Papua sejak misi pekabaran Injil dimulai. Yayasan ini juga boleh dikatakan yayasan paling tua bersamaan dengan yayasan misi katolik di Tanah Papua sebelum ada sekolah-sekolah negeri. Lembaga ini dimulai dengan misi pekabaran Injil sebagai landasan pembangunan manusia papua.
Tentang sepak-terjangnya YPK di Bumi Cenderawasih, sejarah mencatat perkembangan YPK seperti dijelaskan dalam laman GKI Tanah Papua, bahwa YPK mengalami pasang surut perkembangan .yang dapat dikategorikan menjadi 4 periode yaitu : Periode I (1885-1958) Masa Zending, Periode II (1956-1962) Masa Transisi, Periode III (1962-2000) Masa GKI, dan Periode IV (2000-sekarang) Masa OTSUS.
Periode I. (1885—1956) Masa Zending
Dalam masa ini, pekabaran Injil dan pendidikan dilakukan sejalan, dan ketika itu ditangani oleh Zending/misi pekabaran injil yang dilakukan bersama dengan berbagai gereja pendukung seperti, Zending Nederlands Herwom de Kerk (ZNHK), Doops Zending Vereeniging (DZV), Gereja Protestan Maluku (GPM), dan Misi Katolik Daerah (MKD). Pada tahun 1946 dibentuklah organisasi sekolah Zending yang diketuai oleh Pdt. H.J.Teutcher (1946-1958) dengan nama sekolahnya ‘Stchting Voor Christelyk Onderwys’.
Periode II (1956 – 1962) Masa Transisi
Selama kurun waktu ini, terjadi beberapa peristiwa penting yang sangat mempengaruhi perjalanan misi pekabaran Injil dan pendidikan di Irian Jaya. Pada tanggal 26 Oktober 1956, Gereja Kristen Injili (GKI) di Irian Jaya diproklamasikan sebagai suatu gereja yang resmi dan mandiri. Dengan demikian Zending mengurangi aktivitasnya dan sebagian besar wewenang dipercayakan kepada GKI. Pada tahun 1961, terjadi konflik antara Pemerintah Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda tentang masalah Irian. Konflik ini mengakibatkan pada tahun 1961-1962, pihak Belanda secara berangsur-angsur meninggalkan tanah Irian Jaya dan kembali ke negerinya.
Periode III (1962 – 2000) Masa GKI
Periode ini merupakan periode awal berdirinya YPK di Tanah Papua. Tepatnya tanggal 8 Maret 1962 di aula SMA Gabungan Holandia sekarang Jayapura , Badan Zending mengutus C.C.W.UFLELIE menyerahkan tanggung jawab penuh pengelolaan pendidikan Zending di Irian Jaya kepada lembaga gereja GKI yang diketuai oleh Tuan Janes Mamoribo yang adalah orang asli Papua sendiri ,sekaligus merubah nama Yayasan dari Stchting Voor Christelyk Onderwys, menjadi Yayasan Persekolahan Kristen. Seiring dengan berjalannya waktu,terjadi perubahan nama dari Irian Jaya menjadi Papua,maka nama YPK pun mengalami perubahan dengan penambahan frasa “di Tanah Papua” sehingga menjadi Yayasan Pendidikan Kristen di Tanah Papua. Periode ini juga ditandai dengan mundurnya gereja-gereja pendiri yayasan, seperti ZNHK, DZV dan GPM dan hanya menyisakan GKI. Sejak kemunduran gereja-gereja zending ini, maka subsidi atau bantuan dari pemerintah Kerajaan Belanda untuk pendidikan Sekolah Dasar atau Lager Onderwys Soebsidie Ordonatie (LOSO) dan pendidikan Sekolah Menengah atau Middelbaar Onderwys Soebsidie Ordonatie (MOSO) pun dihentikan. Ini berarti bahwa tumpuan terakhir pendidikan YPK ini berada pada lembaga GKI dan GKI bertanggung jawab melanjutkan misi mencerdaskan generasi Papua lewat pendidikan di sekolah-sekolah YPK yang tersebar di Tanah Papua.
Periode IV (2001 – sekarang) Masa Otonomi Khusus Papua/Masa OTSUS
Sejak dihentikannya bantuan dana dari pemerintah kerajaan Belanda berupa dana LOSO dan MOSO, sangat mempengaruhi operasional pendidikan sekolah-sekolah YPK di Tanah Papua. Hal ini menjadi problema cukup serius bagi semua sekolah YPK . Ditambah lagi dengan maraknya gejolak politik yang terjadi membuat eksistensi YPK menurun dari segi finansial. Namun YPK tetap semangat berjuang melanjutkan misi zending memanusiakan manusia Papua lewat Pekabaran Injil Yesus Kristus di bumi Cenderawasih ini dengan berpengharapan bahwa di balik awan gelap , pasti tampak pelangi kasih Tuhan.
Pengharapan itu membuahkan hasilnya. Pada tahun 2002, dikeluarkanya dana Otonomi Khusus sebesar Rp.126,99 triliun untuk menjawab semua problema kehidupan yang ada di Papua dan Papua Barat. Penyaluran dana OTSUS itu sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Tujuan dan fungsi penggunaan dana Otsus dalam UU Otsus itu sudah sangat jelas yaitu mengenai kesejahteran bagi Orang Asli Papua (OAP) yang terdiri dari tiga aspek pelayanan, salah satunya adalah pelayanan Pendidikan. Pertanyaanya apakah tujuan dan fungsi penggunaan dana otsus itu sudah terealisasikan denga baik sampai sekarang?
Seiring dengan berjalannya waktu di era otonomi ini, masih saja terdapat sekolah-sekolah YPK yang mengalami banyak kendala/masalah,baik dari aspek pembiayaan maupun sarana-prasarana. 20 tahun sudah bergulinya dana otsus , namun sebagian besar sekolah-sekolah di perkampungan bahkan di perkotaan pun masih mengalami kendala keuangan untuk pembiayaan kebutuhan sekolah. Sehingga -sekolah YPK ini minim dalam fasilitas belajar, padahal animo pelajar anak papua untuk masuk sekolak YPK itu sangat tinggi.
Namun karena kendala fasilitas belajar yang tidak lengkap,maka para orang tua siswa pun cenderung lebih memilih sekolah-sekolah negeri yang fasilitas belajarnya cukup lengkap untuk menyekolahkan anaknya ketimbang sekolah YPK. Problema lain lagi seperti kurikulum YPK yang sudah diganti dengan kurikulum nasional,sehingga nilai-nilai keagamaan itu seakan terkikis hilang .
Fakta lain juga yang terlihat di Kabupaten Kaimana, untuk sekolah tingkat dasar yang berada di kampung-kampung ,banyak yang tidak terurus dengan baik. Padahal sebagian dana otsus sudah dialokasikan ke Lembaga Yayasan untuk membantu sekolah-sekolah YPK. Namun kenyataannya, sejak disalurkannya dana otsus sampai sekarang masih saja terdapat kekurangan. Sehingga terpaksa pemerintah pun turun tangan membantu sekolah-sekolah yayasan ini.
Pemerintah dalam hal ini lewat Dinas pendidikan pernah mengusulkan agar sekolah-sekolah yayasan ini dialihkan saja menjadi sekolah negeri, supaya pemerintah bertanggung jawab penuh dalam pengawasan dan pembiayaannya, namun usulan itu tidak diterima oleh pihak YPK maupun dari masyarakat setempat. Contoh konkrit, salah satu SD YPK yang dibangun sejak dulu di kampung Namatota kabupaten Kaimana, yang semua penduduk atau masyarakat kampung ini beragama Islam, tetapi mereka tetap mempertahankan sekolah YPK.
Masyarakat setempat berargumen bahwa para leluhur mereka sejak dulu mengenal pendidikan dan belajar lewat sekolah YPK ini ,sehingga bagi mereka itu merupakan sejarah turun-temurun bagi anak cucu mereka yang perlu dilestarikan.
Oleh karena itu ,sangat disayangkan kalau sekolah-sekolah YPK ini dialihkan menjadi sekolah negeri lantaran tidak diperhatikan dan dikelolah dengan baik oleh pihak yayasan. Kalau sampai terjadi demikian, maka ke depan Sekolah YPK tidak bisa untuk berkompetisi lagi dengan sekolah-sekolah negeri, bahkan bisa teracam tutup.
Untuk menjawab semua masalah tersebut, Yayasan harus bisa menata dan membenahi kembali manajemen pendidikannya dengan baik , serta menyusun program-program yang bisa menyentuh sekolah-sekolah YPK baik dari jenjang dasar sampai perguruan tinggi. Kemudian lembaga YPK juga harus membangun mitra kerja dengan gereja,pemerintah dan masyarakat untuk kemajuan pendidikan sekolah-sekolah YPK.
* Mahasiswi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Cenderawasih Jayapura