Dosen Ini Bermodalkan Cinta, Bangun TK dan SD untuk Anak Tak Mampu
MANOKWARI, KT- Bermodalkan Cinta, Theresia Ngutra, Dosen pada Universitas Negeri Papua di Manokwari ini, akhirnya membangun dua sekolah sekaligus, yakni satu TK dan satu SD di Kampung Rouw-Rouw dan Kampung Goa, yang beralamatkan di belakang Kantor Bupati Manokwari.
Dan Senin (14/2/2022) di Hari Valentine, akhirnya proses kegiatan belajar mengajar di sekolah yang baru ini, akhirnya dimulai.
Meski dengan beratapkan terpal dan dibangun seadanya dari kayu serta ruang belajar tanpa dinding ini, proses belejar mengajar pun akhirnya di mulai.
Tercatat sebanyak 60 anak lebih, mulai dari umur 4 sampai dengan 11 tahun, mulai mengikuti proses belajar mengajar di sekolah tersebut.
Dalam press releasenya yang diterima redaksi, Theresia Ngutra menjelaskan, niat untuk membangun sekolah bagi anak-anak di dua kampung itu, terinspirasi dari keseharian anak usia sekolah di dua kampung tersebut, yang tidak mengenyam pendidikan, sama seperti anak usia lainnya.
Awalnya, kata dia, dirinya dan beberapa teman mulai mengumpulkan data.
“Saya mulai bergerak sejak awal tahun 2022 lalu, karena selama saya berada di tempat ini, banyak anak usai sekolah yang tidak bersekolah. Mereka hanya mengikuti orangtua mereka ke kebun. Saya menaruh hati dan merasa peduli dengan mereka, membayangkan bagaimana masa depan mereka kelak, jika tidak bersekolah,” ujarnya, saat dihubungi Redaksi, Senin (14/2/2022).
Dia mengatakan, setelah melakukan pendataan dan menanyakan soal alasan tidak sekolah, baik orangtua maupun anak usai sekolah memberi alasan terkait dengan mahalnya biaya pendaftaran masuk sekolah, jarak sekolah yang terlalu jauh dari tempat tinggal dan juga masalah aksesbilitas untuk antar jemput anak sekolah.
“Beberapa alasan ini yang membuat saya hanya bisa berpikir untuk kumpul mereka di satu tempat untuk belajar. Saya berinisiatif bersama beberapa teman, diantaranya Dominikus Fader dan Hendra Balubun. Kami memulai dengan pendataan anak-anak, ternyata jumlah sampai sekarang 60 lebih anak belum sekolah, ada pula yang belum terdata,” terangnya lagi.
Dia menambahkan, data yang diambil adalah anak di dua kampung tersebut dari 1 sampai 11 tahun.
“Dari data yang ada, saya kelompokan dalam kelas belajar TK dan SD biar proses belajar tidak digabungkan. Akhirnya, kita peroleh asal mereka, yakni Suku Makassar sebanyak 12 anak, Suku Kei 3 anak, Suku Flores 1 anak dan sisanya adalah anak-anak Asli Papua,” jelasnya.
Dia mengatakan, untuk gedung sekolah, saat ini masih darurat yakni terbuat dari tenda kayu dan atap hanya dari terpal, yang dikerjakan oleh Bapak Niko Ngutra dan beberapa warga kampung.
“Proses kegiatan belajar mengajar sudah mulai dilaksanakan hari ini, meski dalam kondisi darurat, tetapi yang penting mereka dapat belajar. Tadi sebelum kegiatan belajar mengajar, diawali dengan Doa yang dipimpin oleh Pendeta,” tegasnya.
Dia menambahkan, sampai sekarang mereka belum mendapatkan bantuan dari manapun. Untuk biaya sekolah di sekolah ini masih gratis, termasuk pendaftaran juga gratis. Untuk operasionalnya, kata dia, masih ditanggung sendiri.
“Orangtua siswa pun saya lihat tadi sangat antusias dan ini sangat memotivasi kami untuk terus bergerak. Besar harapan kami, anak-anak tetap semangat dan sekolah tiap hari untuk masa depan mereka yang lebih baik. Sambil sekolah, kami saat ini sedang proses ijin operasionalnya dari Dinas Pendidikan Kabupaten Manokwari. Semoga, apa yang diusahakan ini, bisa mendapatkan hasil yang baik untuk masa depan anak-anak ini di dua kampung ini,” pungkasnya.(ANI-R1)