Kades Kamaka Keluhkan Tidak Optimalnya Tenaga Pendidik

0
WhatsApp Image 2018-10-14 at 21.10.32

Kepala Desa Kamaka (kiri) bersama salah seorang guru honor (tengah) dan seorang warga desa kamaka. | Foto:uda-KT


KAIMANA, KT- Kurang optimalnya tenaga pendidik dalam memberikan pelajaran kepada peserta didik, bukan hal  baru lagi di Kaimana. Apalagi kondisi yang terjadi di kampung-kampung. Hal ini juga pernah disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (DISDIKPORA) Kabupaten Kaimana, Kosmas Sarkol, S.Pd, yang menyebutkan, hingga kini masih banyak guru yang tinggalkan tempat tugas. Hal itu sangat berdampak pada tidak optimalnya kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah. Salah satu kampung yang juga mengeluhkan hal yang sama, yaitu kampung Kamaka.

Kepala Kampung Kamaka, Septianus Uta, ketika dikonfirmasi di Kaimana, (11/10) kemarin mengakui bahwa tenaga pengajar yang ada di sekolah di kampung Kamaka, sebenarnya sudah cukup. Persoalannya bahwa, tenaga pendidik ini sering tidak berada di kampung dalam waktu yang lama, ketika sudah turun ke ibu kota Kabupaten Kaimana.

“Tenaga guru menurut saya enam saja sudah cukup. Hanya guru sendiri yang tidak terlalu aktif dalam proses belajar mengajar, karena mereka sering turun kota. Dan biasanya kalau sudah turun ke kota, berarti lama baru balik ke kampung. Biasanya sampai satu bulan baru mereka kembali ke kampung. Selama ini yang aktif hanya satu guru saja yaitu Lamaidin, yang honornya didapatkan dari sekolah,” ungkapnya.

Menurutnya, harus ada tindakan tegas dari dinas kepada tenaga pendidik yang ada di kampung, supaya jika mereka turun ke kota, maka harus segera kembali ke kampung ketika urusannya selesai. “Disini saya berbicara bahwa harusa ada kebijakan dan tindakan tegas dari dinas terkait, agar guru tersebut bisa kembali menjalankan tugasnya di kampung, apabila urusannya sudah selesai di kota. Pernah juga terjadi bahwa ada guru yang ada dikampung dua minggu saja, dan sudah turun kota sampai satu bulan. Ini saya harus beritahukan kepada semua, agar jangan lagi terjadi seperti ini,” ujarnya.

Septianus juga mengatakan hampir sebagaian besar orangtua sudah mengeluhkan hal ini kepada aparat desa. “Kami dari orangtua, kami melihat bahwa guru ini tidak bagus. Karena mereka keliaran di kota ini terlalu lama. Baru datang di kampung ini ketika sudah memasuki ulangan tengah semester, dan langsung memberikan ulangan kepada anak-anak. Mereka lihat kalau anak tidak bagus, mereka justru mempersalahkan anak tidak bagus. Pernah juga bahwa ada anak yang sudah kelas 4 SD, tetapi karena setelah ujian, dia dapatkan nilai yang tidak bagus, pihak sekolah turunkan lagi si anak ke kelas 3. Pendidikan model bagaimana kalau begini,” ujarnya.

Menurutnya, anak bodoh karena guru-gurunya tidak mengajar dengan baik. “Padahal kalau mau dilihat, kesalahannya bukan dari anak, tetapi kesalahan datang dari guru. Kenapa sampai anak bodoh? Karena guru tidak mengajar baik. Kalau gurunya mengajar terus sepanjang tahun, saya kira anak-anak tidak bodoh,” ungkapnya.

Karena kondisi ini hampir sering terjadi, maka Septianus terpaksa harus memindahkan anaknya untuk bersekolah di ibu kota Kaimana. “Kendala ini juga saya sendiri alami dengan anak saya. Akhirnya anak saya dua orang, saya pindahkan ke kota, tepatnya di SD Krooy. Anak saya  semuanya laki laki. Satu kelas empat dan satunya lagi kelas tiga,” ujarnya.(CR8-R2)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten Ini Terlindungi !!!
Please disable your adblock for read our content.
Segarkan