Nelayan Tradisional Terjepit
KAIMANA, KT- DPRD Kaimana mempertanyakan soal ijin kepemilikan 10 kapal penangkap ikan milik PT Industri Perikanan Namatota (IPN).
Pasalnya, kapal yang dikabarkan telah mengantongi ijin penangkapan yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan Provinsi Papua Barat itu, tidak hanya menangkap ikan di areal yang sudah ditentukan berdasarkan ijinnya, namun menerobos masuk hingga ke lahan tangkapan nelayan tradisional.
Ketua Komisi C DPRD Kaimana, Ridwan Ombaier dalam keterangannya usai melakukan pertemuan dengan pihak Dinas Perikanan Kaimana, Senin (12/11) kemarin di kantor Dinas Perikanan, mengaku, pihaknya mendapatkan laporan dari masyarakat nelayan terkait dengan aktivitas kapal milik perusahaan tersebut.
Menurutnya, aktivitas yang dilakukan oleh kapal-kapal milik perusahaan ikan terbesar di Kaimana itu, dinilainya sangat merugikan nelayan tradisonal.
“Bagaimana mereka masuk ke areal tangkapan nelayan tradisonal dengan jaring yang besar dan mengangkut semua ikan-ikan kembung yang sekarang ini sedang musim? Lalu bagaimana dengan nelayan tradisional, yang hanya mengandalkan perahu fiber, pasti tidak mendapatkan rejeki setiap harinya,” tegas Ridwan.
Dalam keterangannya, dia juga mengatakan, dalam Perda tentang KKLD juga sudah ditetapkan adanya jarak sejauh 4 mil laut, menjadi kewenangan nelayan tradisional. “Namun, kenapa mereka masih masuk ke areal tangkapan nelayan?” tegasnya.
Dikatakan, terkait dengan ijin kapal penangkap tersebut seharusnya dilakukan evaluasi kembali oleh dinas terkait dalam hal ini Dinas Perikanan Provinsi Papua Barat.
“Kami ingin mengetahui seperti apa ijin terhadap 10 kapal tersebut dengan kapasitasnya seperti apa. Karena kapal tersebut bukan milik pihak perusahaan, tetapi milik masyarakat kampung. Lalu seperti apa pembagian hasilnya dan bagaimana dengan proses penangkapannya? Apakah pihak perusahaan hanya menampung atau ikut melakukan penangkapan? Ini yang mesti diperjelas, sehingga tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari,” tegasnya.
Dalam keterangannya, dia juga menambahkan, terkait dengan data yang hendak dikonfirmasi dengan Dinas Perikanan Kaimana, pihaknya berencana akan memanggil pihak perusahaan untuk klarifikasi terkait dengan persoalan ini.
Meski demikian, dirinya belum merinci, kapan DPRD akan memanggil pihak perusahaan untuk persoalan tersebut.
Sementara itu, pihak PT IPN yang hendak dikonfirmasi melalui salah satu stafnya di Kota Kaimana, belum dapat dimintai keterangannya terkait dengan persoalan tersebut. Karena saat dihubungi, yang bersangkutan tidak menjawab telepon.
Ketua Nelayan Tradisional Kaimana, Arsyad Laway, dalam keterangannya saat dikonfirmasi melalui saluran telepon selulernya, Senin (12/11) malam kemarin juga mengaku, aktivitas kapal PT IPN telah masuk terlalu jauh ke areal tangkapan nelayan tradisional.
“Ini itu diberikan oleh Dinas Perikanan Provinsi, tetapi kami sendiri juga tidak tahu seperti apa ijinnya itu. Masyarakat nelayan tradisonal ini juga belum diberikan sosialisasi dan pemahaman seperti apa, sehingga kami bisa tahu,” ujarnya dengan nada kecewa.
Keseringan masuknya kapal-kapal milik PT IPN tersebut menyebabkan, pihaknya mempertanyakan Dinas Perikanan Provinsi Papua Barat terkait dengan sejauh mana pengawasannya.
“Katanya Provinsi ini provinsi konservasi, tetapi kalau persoalan seperti ini bagaimana? Kami masyarakat inginkan agar pihak perusahaan ini juga ditegur, sehingga mereka tidak lagi masuk ke areal tangkapan nelayan tradisonal. Karena ketika mereka masuk ke areal tangkapan nelayan tradisional, mereka keruk semua ikan sehingga tidak ada tangkapan yang nelayan tradisional peroleh,” ujarnya.
Dia juga mempertanyakan soal 4 mil areal tangkapan nelayan, yang hingga saat ini pun belum dipahami oleh masyarakat nelayan.
Sekedar diketahui, terkait dengan ukuran 4 mil wilayah tangkapan nelayan tradisional yakni dihitung 1 mil bahari sama dengan 1.852 meter.
Hingga berita ini diturunkan, belum diketahui seperti apa penyelesaian atas persoalan ini.(ANI-R1)