Budaya Palang Hambat Investasi
KAIMANA, KT – Salah satu sektor yang juga memberikan kontribusi bagi percepatan pembangunan di suatu daerah, yakni invetasi. Melihat potensi yang sangat besar yang dimiliki oleh Kabupaten Kaimana, maka sebenarnya sangat berpeluang untuk menarik investor masuk di Kaimana. Namun sayangnya, masih ada beberapa kendala yang masih menjadi pertimbangan investor yaitu, ketiadaan enegeri (listrik) dan juga yang paling utama adalah kenyamanan.
Ketua Komisi C DPRD Kaimana, Ridwan Ombaer menilai bahwa; potensi Kaimana ini masih sekedar potensi kalau masyarakat Kaimana masih belum bisa membuka diri untuk datangnya investor ke Kabupaten Kaimana. “Menurut saya, sektor pariwisata ini peluangnya sangat besar di Kaimana ini. Namun sayangnya masih belum bisa digarap dengan optimal. Satu-satunya peluang untuk memaksimalkan potensi pariwisata ini adalah dengan masuknya insvestor,” ujarnya.
Menurutnya, untuk pengembangan pariwisata ini, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. “Kalau hanya mengandalkan pemerintah daerah maka akan sangat sulit. Apalagi kita tahu selama ini, dinas terkait belum bisa mengoptimalkan sektor ini. Olehnya perlu peran serta pihak investor untuk bisa mengelolah pariwisata ini dan akan meningkatkan pendapatan juga bagi pemerintah daerah Kaimana,” ungkapnya.
Walaupun demikian, lanjut Ridwan, masih ada kendala-kendala yang masih menjadi perhatian mendasar investor ketika ingin berinvestasi di Kabupaten Kaimana. “Kami pikir, investor ini mereka sangat membutuhkan kenyamanan. Sementara kita di Kaimana ini, masih sangat kuat dengan palang memalang ini. Tidak kita sadari tapi ini juga pasti akan menjadi salah satu pertimbangan mereka, ketika mereka melirik Kaimana. Mereka ini kan datang dan butuh nyaman. Kalau mereka datang terus kita tidak berikan kenyamanan bagi mereka, pasti mereka tidak akan betah di Kaimana, bahkan memutuskan untuk tidak berinvestasi di Kaimana, karena mereka menganggap bahwa resikonya terlalu besar,” ujarnya.
Ketika disinggung soal kebiasaan palang memalang oleh masyarakat ini, lanjut Ridwan, sebenarnya masyarakat Kabupaten Kaimana tidak mempunyai budaya palang memalang ini. Masyarakat Kaimana justru sangat berpegang teguh pada adat dan budaya, budaya untuk menyelesaikan persoalan dengan musyawarah (duduk adat).
“Kalau palang memalang ini baru terjadi beberapa tahun belakangan ini. Kalau dulu tidak ada sama sekali. Kami pikir, kalau semua itu dibicarakan dari awal dengan baik, tentu tidak ada palang memalang oleh warga. Katakan, misalnya ada perusahaan yang mau masuk di Kaimana, sebelum dia beroperasi semua harus duduk bicara dan diselesaikan. Setelah dipastikan semuanya selesai, barulah dia mulai beroperasi, sehingga sudah tidak ada halangan lagi saat dia beroperasi. Selama ini kan tidak. Ketika perusahaan masuk, dia masuk saja tanpa dibicarakan baik. Sehingga ketika dalam perjalanan dan muncul persoalan, pasti warga akan melakukan pemalangan. Oleh karena itu, pemerintah daerah juga bisa memfasilitasi, agar perusahaan dan masyarakat (pemilik ulayat) bisa duduk untuk membicarakan kepentingan kedua belah pihak sampai selesai. Sehingga ketika perusahaan ini jalan, dia tidak lagi dipalang oleh masyarakat, karena dari awal sudah diselesaikan,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Ridwan berharap agar, ketika ada perusahaan yang mau masuk di Kabupaten Kaimana, maka harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum perusahaan tersebut mulai beroperasi. Sehingga ada kenyamanan bagi perusahaan untuk terus berada di Kabupaten Kaimana. Karena masyarakat dan pemerintah daerah Kaimana pasti akan mendapatkan dampaknya, terutama bagi kemajuan pembangunan di Kabupaten Kaimana. (RIO-R2)