“Para pejuang mengusir penjajah dengan cara Bersatu dan melawan. Dan tugas kami sekarang hannya menaati aturan yang telah diterapkan.” Kata Pak Karman diakhir sambutan saat rapat bersama warga di Balai kampung sore tadi. Sebelum Ia beranjak mengurusi toko-tokonya di pusat kota.

Pak Karman Seorang Pengusaha yang kaya raya. Rumahnya besar dan bertingkat hampir menyiku awan, berdinding keramik, dalam garasi terparkir mobil Pajero, dan Lampu teras yang menerangi seisi kampung, dengan luas enam kali lebar lapangan sepak bola. Di seberang jalan, menganga rumah Pak kepala desa. Pantulan cahaya keluar sari etalase di ruang tamunya—seperti kuning telur puyuh yang pucat. Ia memilih menghabiskan waktunya bepergian keluar kota dari pada menetap di kampung.

Senja terlelap di pinggung malam yang kesekian kalinya. Gang-gang dan perempatan tertancap bambu yang diikat bendera partai yang melambai-lambai. Para orang tua dan anak muda yang baru mendapatkan masa pubernya, sedang berdebat tentang tim kebanggan mereka yang akan bertanding di Final Piala Euro malam nanti. Namun sangat di sayangkan, malam ini giliran kampung kami yang tidak kebagian Listrik. Tapi lampu dari rumah pak karman tetap terik. Kami semua berkumpul di sanah, untuk menghabiskan malam bersama kebahagiaan. Hingga mencaci pemain lawan yang berpura-pura jatuh di kotak finalti.

***

Salah satu kerabat yang baru saja tiba sore tadi dari kampung sebelah menceritakan. Ada permasalahan yang sedang mereka hadapi. sebuah Virus berbahaya telah menyerang kampung mereka dan merenggut nyawa sekurangnya delapan orang telah meninggal dunia. Dan ratusan orang lainnya telah diungsikan keluar kampung untuk mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit terdekat. Kami baru tersadar. “bahaya yang besar sedang mengintai, dan pasti akan menyerang kampung kami.” Tandas salah satu warga yang sedang mencari anaknya.

Towa di Rumah ibadah tidak melulu terdengar suara Innalillahi Wainnalillahi Rojiun, atau teriakan pemenang lomba Domino dari rumah duka. Tapi juga suara serak basah dan berat dari para orang-orang tua yang tanpa henti mengingatkan kami. agar selalu menaati segala aturan yang di perintahkan langsung oleh orang nomor satu di Negeri tersebut melalui siaran Televisi.

“Lonjakan pasien Virus C-19 semakin meningkat Setiap harinya dan angka kematian semakin bertambah” berita terkini dari stasiun televisi nasional. Sambung pembawa acara. “Presiden menegaskan. Virus ini telah menjadi Pandemi diseluruh Dunia. Presiden menghimbau agar semua warga masyarakat tetap menaati peraturan yang telah dibuat dan diterapkan. jangan panik. jaga jarak. Memakai masker apabila bepergian. mencuci tangan, Dan tetap di rumah saja” tutup pembawa acara. seraian menyembunyikan matanya yang mendung.

Di tengah situasi dan kondisi seperti ini, masyarakat di suruh beraktifitas dari rumah. Pembatasan kegiatan masyarakat dan wilayah mulai diterapkan. Pemasukan Pak Karman Anjlok akibat Toko-toko hanya diperbolehkan buka setengah hari. sekolah di rumahkan, belajar secara daring. jajakan para Pedagang kaki lima dibubarkan secara paksa, keji, bahkan dihadiahi tonjokan dari para petugas Pol PP. Para Buruh pekreja di PHK dari perusahaan dengan pesangon rendah, juga Rumah-rumah Ibadah di larang untuk beraktifitas dan bersyiar.

Namun di saat yang bersamaan, tempat-tempat pembelanjaan seperti Swalayan, mol dan diskotik tetap terbuka lebar. orang-orang berkerumunan seperti semut yang di beri Ampas kelapa. Sedangkan di luar sanah, Berjuta masyarakat sedang menjerit kesakitan, kesengsaraan dan kebingungan. apabila Hari ini kami membayar tunggakan di bank dan koprasi. berarti besok kami tidak bisa makan. Apabila hari ini kami makan, maka besok kami harus membayar pasal dan undang-undang. Kapan kami bisa makan?

Semua orang wajib membayar pada negara, tapi negara enggan menjamin kehidupan yang layak untuk masyarakat. Kebijakan seperti pupuk pertanian yang di berikan pada masyarakat, namun ketika musim panen tiba, masyarakat hanya mendapatkan pupuk.

***

Pagi yang indah berteman embun yang jatuh dari jantung pisang. Menyambut kami yang baru saja bubar dari rumah pak karman. Ruas jalan terlihat lengang sepih dan senyap. Seakan orang-orang di dunia sedang patah hati.

Pak karman telah kembali dari kota dan membawa sembako untuk masyarakat. Ia bukan saja kaya raya, tapi juga baik hati dan juga karismatik. Ia pernah mencalon wakil kepala daerah, tapi keburu di menangkan oleh kepala daerah yang bertahun-tahun tidak ingin melepas masa jabatannya. Atau mungkin saja, ia ingin memperkaya dirinya sebelum mundur dan bergabung dalam anggota jaket orange.

“Minggu depan seluruh warga akan mendapatkan bantuan sosial berupa sembako dan uang langsung tunai.” Kata Pak kepala desa yang baru tiba dari kota dan melakukan isolasi mandiri selama tujuh belas hari.

Pagi itu hari senin, semua warga masyarakat berkumpul di bank-bank untuk mengecek nama-nama yang dipampang pada dinding putih. Ada yang datang lebih awal seperti yang mereka lakukan saat musim panen tiba. adapun yang datang terakhir tanpa basa-basi langsung dipanggil. Lagi-lagi sebagian besar dari warga tidak mendapatkan bantuan tersebut. Pelbagai alasan terus digelontorkan tanpa penjelasan dan Solusi yang Interaktif.

“Bapak dan Ibu wajib menunjukan surat keterangan Vaksinasi terlebih dahulu, sebelum memperoleh bantuan tersebut.” Kata petugas.

Dengan jeli Tanta lina dari tengah kerumunan meneriaki petugas;

“kalian harus tau. bantuan ini sebagian besar telah masuk ke kantong-kantong para pejabat, untuk persiapan pemilihan kepala daerah akhir Tahun nanti. sedangkan itu adalah nafas hidup kami yang kehilangan halaman pekerjaan.” tanta lina yang sejak pagi tadi menunggu sampai matahari setinggi ubun, dan namanya tak kunjung disebut-sebut.

Terdengar suara samar-samar meloncat keluar dari dalam layar Televisi yang kaku dan kedinginan di ruang tunggu Bank yang ber AC;

“Menteri Sosial terjerat kasus tindak pidana Korupsi, penggelapan dana bantuan sosial. laporan selengkapnya akan kami kabarkan dari lokasi” seru perempuan yang secara terpaksa memberitakan hal menjijikan tersebut.

“Cukimai! Negara Sudah bagaimana ini.” teriak Om Minggus. Urat dikepalanya timbul warna biru. namanya tidak termasuk dalam draf penerimaan bantuan langsung tunai. Di tambah pembawa acara yang tak henti-hentinya mengulang-ulang nama menteri yang korup itu dengan besar hati. Raga Om Minggus berada di bank, tapi jiwanya seketika menerobos buasnya amarah, ingin segera membinasakan koruptor tersebut saat itu juga pakai ilmu suanggi.

Ia berjalan ke arah luar bank, menembus kerumunan orang-orang kampung yang senasip, dan terus mencaci maki pembawa acara Televisi, juga petugas yang melayani orang-orang tertentu tanpa mengantrei terlebih dahulu.

“Pemerintah di mana ini. Cukimai! Kita sudah susah. Tambah dibuat susah lagi.” Teriak Om Minggus unggul telak dua kosong. Sambil mengontak motornya dan mengeber-ngeber tuas gas tanpa henti. kenalpotnya membela neraka dunia. tak ada seorangpun yang dapat melerai. ia semakin mahir mengocok-ngocok tuas gas yang berada di tangan kanannya. Bahkan para petugas yang berjaga tidak berkutik sedikitpun melihat aksinya itu.

semua mata terpaku padanya. Seakan melihat sosok Rossi pada dirinya yang tertinggal paling belakang, namun telah memimpin paling depan. melambung lawannya disetiap tikungan. Dan Tersisa satu putaran terakhir. ia masi memipin paling depan. mengangkat tangan dan juga ban depan. Orang-orang menyorakinya. dan sebelum jalanan lurus menuju pulang ia lewati, Ban motor yang Ia tunggangi itu Pecah. Ia semakin frustasi.

Esok harinya, OM minggus dihubungi oleh seorang petugas bank, bahwa namanya telah lama terpampang pada dinding di kertas putih. Hari kemarin membuat dia tidak fokus memilah satu persatu nama, karena ia di rasuki oleh minuman keras. Akhirnya ia mendapatkan bantuan langsung tunai. Tapi tak bertahan lama—tidak menunggu lama. ia segera menukar uang tersebut kepada penjual minuman keras di ujung Bandara.***

Guratan Pena : Andi Isoga (Penggiat Literasi dan Sastra)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten Ini Terlindungi !!!
Please disable your adblock for read our content.
Segarkan