Kisruh Eksekusi Tanah di Kaimana, Ini Penjelasan PNK
KAIMANA, KT- Eksukusi tanah yang berakhir ricuh, Jumat (31/1/2020) di Jalan Pedesaan Kebun Kelapa Kaimana, menjadi pertanyaan sejumlah warga, khususnya keluarga pemilik hak ulayat tanah adat.
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kaimana (PNK), Ina Rachman, SH, M.Hum yang berhasil ditemui Kabar Triton, Jumat (31/1/2020) di loby PNK menjelaskan, Pengadilan Negeri Kaimana pada prinsipnya hanya menjalankan keputusan Pengadilan Negeri Fakfak terkait dengan perkara itu.
“Perkara sengkata tanah ini telah berlangsung sejak tahun 2015 lalu dan telah diputuskan di Pengadilan Negeri Fakfak dengan memenangkan Hendrik Tanusaputra. Karena ada keberatan pihak tergugat dalam hal ini keluarga Nambobu, sehingga dilakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi di Jayapura,” ujarnya.
Dia menjelaskan, setelah tahun 2016, putusan banding pun mengabulkan gugatan dari Hendrik Tanusaputra. Putusan Pengadilan Tinggi Jayapura menguat putusan Pengadilan Negeri Fakfak. Karena pihak tergugat tidak lagi mengupayakan upaya hukum, sehingga putusan itu sudah mempunyai dasar hukum tetap, sehingga penggugat dalam hal ini Hendrik Tanusaputra, selanjutnya mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Fakfak.
“Terus terang, Pengadilan Negeri Kaimana hanya menerima permohonan delegasi dari Pengadilan Negeri Fakfak. Hal ini dikarenakan di Kaimana sudah ada Pengadilan Negeri, sehingga eksekusi itu dapat dilakukan oleh kami terhadap obyek dimaksud yang sudah mempunyai dasar hukum tetap,” tegasnya.
Terkait dengan rencana eksekusi tersebut, lanjut dia, pihaknya juga secara prosedural telah melayangkan peringatan atau annmaning sebanyak tiga kali.
“Sudah kita layangkan sebanyak 3 kali sesuai dengan prosedur. Artinya, pemberitahuan permintaan kepada pihak yang menempati objek sengketa agar keluar secara sukarela. Ini sudah kita laksanakan, sehingga selanjutnya kita laksanakan eksekusi,” tegasnya.
Dia juga menjelaskan, jika tanah yang disengketakan tersebut adalah tanah bersertifikat dengan luas 375 meter persegi dan memiliki nomor hak milik 232.
Sementara pihak keluarga pemilik hak ulayat, Syamsudin Fenetiruma dalam keterangannya, menampik jika sengketa itu dimenangkan oleh yang bersangkutan.
“Benar sudah ada gugatan. Namun putusan Pengadilan itusangat keliru. Kami sebagai pemilik sah dari tanah ini, tidak pernah menjual kepada siapapun. Kami pun tidak pernah memberikan surat pelepasan kepada siapapun untuk menerbitkan sertifikat dimaksud,” tegasnya.
Ramlah Nambobu, ahli waris tanah dari almarhum Thalib Nambobu dalam keterangannya kepada Kabar Triton juga membenarkan, jika dirinya tidak pernah menjual tanah tersebut dan memberikan pelepasan kepada pihak kedua Max farneubun untuk menerbitkan sertifikat yang kemudian dijual kepada Hendrik Tanusaputra.
Hingga berita ini diturunkan, permasalahan tanah tersebut belum menemui titik terang. Meski demikian, pihak keluarga pemilik hak ulayat, masih tetap berjaga-jaga di lokasi sengketa di Jalan Pedesaan Kebun Kelapa Kaimana.(FOR-R1)