Masyarakat Dibodohi Teknologi
KAIMANA, KT- Tidak bisa dipungkiri, hadirnya teknologi di tengah-tengah masyarakat saat ini, sangat membantu. Terutama memberikan kemudahan untuk berkomunikasi.
Namun secara tidak sadar, masyarakat sudah dibodohi dengan kehadiran teknologi seperti smartphone dan lainnya. Karena selain sisi positifnya, teknologi ini pun membawa dampak negatif yang sangat besar bagi masyarakat, termasuk pemicu terjadinya tindakan kekerasan, lunturnya budaya komunikatif diantara anggota keluarga yang sudah terbangun sejak dulu dan juga kebiasaan dan budaya masyarakat lainnya.
Hal itu ditegaskan Dr. Ondo Riyani, M.Si, salah seorang dosen pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kementerian Dalam Negeri Jatinangor (kampus pusat) di Kaimana, Selasa (13/11) kemarin, saat uji publik dua Ranperda usulan inisiatif DPRD, di gedung Dewan.
Dia mengatakan, kehadiran tekonologi juga sudah mengurangi sikap komunikatif yang ada di masing-masing keluarga. Menurutnya, sikap komunikatif ini mulai luntur, karena hampir setiap saat, semua anggota keluarga sibuk dengan smartphone.
“Dari 100 persen itu, 90 persen perhatian keluarga sudah beralih ke gadget atau smartphone. Bagaimana tidak. Saat makan pun semua anggota keluarga masing-masing sibuk dengan smartphonenya. Apalagi dengan adanya media sosial. Semua hal atau kegiatan yang dilakukan, semuanya diposting di media sosial,” tegasnya.
Seharusnya menurut dia, komunikasi dalam keluarga harus terus jalan. Kalau kondisinya seperti ini, maka perhatian orangtua kepada anak juga menjadi berkurang.
“Bagaimana tidak. Saat bapak menanyakan anaknya, apakah sudah belajar, orangtua sambil perhatikan smartphone-nya. Ini fakta-fakta yang terjadi sekarang, dan harus kita akui bahwa kehadiran smartphone ini bukan hanya memberikan dampak positif, tapi justru telah membodohi kita,” ungkapnya.
Menurutnya, kondisi ini tidak hanya terjadi di dalam lingkungan keluarga saja, tetapi juga bisa dilihat dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
“Kalau kita perhatikan baik, ketika ada kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, misalnya sosialisasi, materi yang disampaikan sudah tidak diperhatikan. Padahalnya ada juga yang pejabat yang lakukan itu. Ini menunjukkan bahwa kita lebih peduli dengan smartphone ketimbang hal-hal positif yang disampaikan,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kabupaten Kaimana, Dra. Joice Magda Tuanakotta ketika dikonfirmasi di Kaimana, Selasa (13/11) kemarin mengunngkapkan bahwa kehadiran teknologi khususnya smartphone sudah berhasil menggeser budaya dan kebiasaan (positif) dalam lingkungan keluarga.
“Kalau dulu, saat makan itu merupakan waktu yang tepat untuk berinteraksi antara seluruh anggota keluarga. Sekarang ini sudah tidak, bahkan waktu makan juga dilakukan sendiri-sendiri, karena semuanya sibuk dengan urusannya masing-masing dengan smartphone-nya. Ini kebudayaan dan adat kita yang sudah mulai luntur. Orangtua juga sibuk dengan smartphone, bagaimana dia bisa memberikan penguatan dan pendidikan kepada anak-anaknya,” ujarnya.
Lanjut Joice, dampak smartphone ini juga sudah merebak tidak hanya dalam keluarga, tapi juga pada terjadinya kasus-kasus kriminal di Kaimana.
“Kalau kita perhatikan baik, pengaruh smartphone ini semakin terasa saat ini. Banyak kasus kekerasan yang terjadi karena dipicu dari smartphone, termasuk dengan persekusi, pencabulan, pelecehan seksual, percobaan pemerkosaan. Rata-rata yang kami temukan itu, berawal dari HP,” tuturnya.
Oleh karena itu, Joice berharap agar ada sikap proteksi yang dilakukan oleh masing-masing pecinta smartphone.
“Kami berharap agar dalam keluarga juga harus bisa saling mengingatkan. Bahwa banyak dampak negatif yang bisa di dapatkan jika tidak membentengi diri dengan baik. Kami juga butuh peran dari lembaga-lembaga agama, agar bisa menyampaikan pesan ini kepada masyarakat atau umatnya. Sehingga semua lini kita bersama-sama bisa memerangi dampak negatif dari penggunaan smartphone ini,” pungkasnya.(RIO-R2)